Minggu, 24 Mei 2015

Psikologi Pendidikan : Anak Berkebutuhan Khusus

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS : CAN LEARN WITHOUT PERFECTION!

Sebagai makhluk beragama akan yakin bahwa anak berkebutuhan khusus lahir ke dunia di samping sudah menjadi takdir Yang Maha Kuasa, tetapi sebagai manusia yang berkecimpung di dunia keilmuan perlu mengkaji, dan mengidentifikasi mengapa hal itu bisa terjadi. Karena di samping takdir bisa  juga karena ada faktor-faktor tertentu yang menjadi penyebabnya. Mengkaji penyebab anak mengalami kelainan, dan ditambah dengan hasil-hasil riil penelitian keilmuan dilapangan, juga upaya-upaya yang terus di lakukan oleh para pelaku pendidikan dan ahli medis, akan lebih mencermati untuk mencari solusi menuju ke arah kesembuhan, atau setidaknya mengupayakan optimalisasi perkembangannya agar mereka dapat hidup mandiri, dan termotivasi untuk  dalam mengembangkan kemampuannya sebagai anggota masyarakat yang produktif.


A.  PENGERTIAN
Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.[1]
Anak – anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas tersebut dalam proses perkembangannya memerlukan adanya layanan pendidikan khusus. Dengan demikian, ABK dapat diartikan sebagai anak yang memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas yang tidak bisa disamakan dengan anak normal pada umumnya sehingga dalam perkembangannya diperlukan adanya layanan pendidikan khusus agar potensinya dapat berkembang secara optimal.[2]
Anak berkebutuhan khusus memiliki keragaman sifat, perilaku, karakteristik,dan bentuknya yaitu:

a.      Kelompok ABK dilihat dari aspek kecerdasan (intelegensi)
Dari aspek kecerdasan, anak kelompok ini terdiri dari kelompok ABK berintelegensi di atas rata-rata (supernormal) dan kelompok ABK yang berintelegensi di bawah rata-rata (subnormal). ABK supernormal meliputi:
· Super cerdas/gifted (IQ>140),
· Sangat cerdas/full bright (IQ 130-140),
· Cerdas/rapid (IQ 120-130),
· Atas normal (IQ110-120).
Kelompok ABK subnormal (tunagrahita) meliputi:
· Bawah rata-rata/dull normal (IQ 80-90)
· Moron/ border line (IQ 70-80)
· Debil (IQ 60-70)
· Imbisil (30-60)
· Idiot (IQ<30)

b. Kelompok ABK dilihat dari aspek fisik/jasmani:
Dilihat dari fisik atau jasmani kelompok anak ini dibagi menjadi beberapa kategori yaitu:

1. Tunanetra
Individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas. Tunanetra dibagi menjadi dua yaitu:
Ø  Kurang awas (low vision), yaitu anak yang masih memiliki sisa penglihatan  sedemikian rupa sehingga masih dapat sedikit melihat atau membedakan gelap dan terang.
Ø  Buta (blind), yaitu anak yang sudah tidak bisa atau tidak memiliki sisa penglihatan sehingga tidak bida membedakan gelap dan terang.

2.  Tunarungu
Yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak tuna rungu dapat dibagi menjadi:
Ø  Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB (slight losses)
Ø  Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30- 40 dB (mild losses)
Ø  Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB(moderate loses)
Ø  Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB (severe lossses)
Ø  Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 75 dB keatas (profoundly losses)[3]

3. Tunadaksa
Anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menatap pada alat gerak (tulang,sendi,otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Tunadaksa dibagi menjadi dua kategori yaitu:
Ø  Tunadaksa orthopedic(orthopedicallyhandicapped) yaitu mereka yang mengalami kelainan kecacatan tertentu sehingga menyebabkan terganggunya fungsi tubuh.
Ø  Tunadaaksa syaraf (neurologically handicapped) yaitu kelainan yang terjadi pada anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada urat syaraf.

c. Anak Dengan Gangguan Emosi dan Perilaku (Tunalaras)
Anak tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya,sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.[4]
d. kelompok ABK dilihat dari aspek atau jenis tertentu

1.  Autisme
Yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku. Anak yang mengindap autis pada umumnya  menunjukkan perilaku tidak senang kontak mata dengan orang lain, kurang suka berteman, senang menyendiri dan asyik dengan dirinya sendiri.[5]
2.  Hiperaktif
Istilah hiperaktif berasal dari kata hiper yang berarti kuat, tinggi, lebih, sedangkan kata aktif berarti gerak atau aktifitas jasmani. Dengan demikian hiperaktif berarti anak yang memiliki gerak jasmani yang lebih atau melebihi teman – teman seusianya. Bisa juga dikatakan anak yang memiliki gejala – gejala perilaku yang melebihi kapasitas anak – anak yang normal. Misalnya: tidak dapat duduk dengan waktu yang relatif cukup, senang berpindah – pindah tempat duduk saat kegiatan belajar berlangsung.
3. Anak berkesulitan belajar
Anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca,menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena faktor intelegensi (intelegensinya normal bahkan ada yang diatas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.


B. FAKTOR PENYEBAB ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Anak berkebutuhan khusus selain sudah menjadi takdir juga karena adanya faktor – faktor tertentu yang menjadi penyebabnya. Faktor – faktor penyebab itu menurut kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga peristiwa yaitu:
a.       Kejadian sebelum lahir (prenatal)
Faktor penyebab ketunaan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan. Ketunaan yang terjadi pada  ABK yang terjadi sebelum masa kelahiran dapat disebabkan  antara lain oleh hal- hal sebagai berikut:
·  Virus Liptospirosis (air kencing tikus), yang menyerang ibu yang sedang hamil. Jika virus ini merembet pada janin yang sedang dikandungnya melalui placenta maka ada kemungkinan anak mengalami kelainan.[6]
·  Virus maternal rubella (campak jerman, retrolanta fibroplasia (RLF) yang menyerang pada ibu hamil dan jamin janin yang dikandungnya terdapat kemunngkinan akan timbul kecacatan pada bayi yang lahir.
·  Keracunan darah (toxaenia) pada ibu- ibu yang sedang hamil sehingga janin tidak dapat memperoleh oksigen secara maksimal, sehingga saraf – saraf di otak mengalami gangguan.
·  Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon bayi di kandungan yang terjadi karena ada gangguan/infeksi pada placenta.
·  Penggunaan obat – obatan kontrasepsi yang salah pemakaiannya sehingga jiwanya menjadi goncang, tertekan yang secara langsung dapat berimbas pada bayi dalam perut.
·  Percobaan abortus yang gagal, sehingga janin yang dikandungnya tidak dapat berkembang secara wajar.
b.Kejadian pada saat kelahiran
Ketunaan yang terjadi pada saat kelahiran dapat disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
·  Proses kelahiran yang menggunakan tang verlossing (dengan bantuan tang). Cara ini dapat menyebabkan brain injury (luka pada otak) sehingga pertumbuhan otak kurang dapat berkembang secara optimal.
·  Proses kelahiran bayi yang terlalu  lama sehingga mengakibatkan bayi kekurangan zat asam/oksigen. Hal ini dapat menggangu pertumbuhan sel-sel di otak. Keadaan bayi yang lahir dalam keadaan tercekik oleh ari –ari ibunya sehingga bayi tidak dapat secara leluasa untuk bernafas yang pada akhirnya bisa menyebabkan gangguan pada otak.
·  Kelahiran bayi pada posisi sungsang sehingga bayi tidak dapat memperoleh oksigen cukup yang akhirnya dapat mengganggu perkembangan sel di otak[7]. 
c. Kejadian setelah kelahiran
Ketunaan pada ABK dapat diperoleh setelah kelahiran pula karena faktor- faktor penyebab seperti berikut ini:
·  Penyakit radang selaput otak(meningitis) dan radang otak(enchepalitis)sehingga menyebabkan perkembangan dan pertumbuhan sel-sel otak menjadi terganggu.
·  Terjadi incident(kecelakaan) yang melukai kepala dan menekan otak bagian dalam.
·  Stress berat dan gangguan kejiwaaan lainnya.
·  Penyakit panas tinggi dan kejang – kejang(stuip), radang telinga(otitis media), malaria tropicana yang dapat berpengaruh terhadap kondisi badan.

C.    BENTUK – BENTUK LAYANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
ABK memiliki tingkat kekhususan yang amat beragam, baik dari segi jenis, sifat, kondisi maupun kebutuhannya, oleh karena itu layanan pendidikannya tidak dapat dibuat tunggal atau  seragam melainkan menyesuaikan diri dengan tingkat keberagaman karakteristik dan kebutuhan anak. Dengan beragamnya model layanan pendidikan tersebut, dapat lebih memudahkan  anak – anak ABK dan  orang tuanya untuk memilih layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya.
Ada beberapa model atau bentuk pelayanan pendidikan bagi ABK yang ditawarkan mulai dari yang model klasik sampai yang model  terkini.
Ø  Model segregasi
Merupakan model layanan pendidikan yang sudah lama dikenal dan diterapkan pada anak – anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Model ini mencoba memberikan layanan pendidikan secara khusus dan terpisah dari kelompok jenis anak normal  maupun anak berkebutuhan khusus lainnya. Dalam praktiknya, masing – masing kelompok anak dengan jenis kekhususan yang sama dididik pada lembaga pendidikan yang melayani sesuai dengan  kekhususannya tersebut. Sebagai contoh: SLB A, lembaga pendidikan untuk anak tunanetra, SLB B lembaga pendidikan umtuk anak tunarungu, SLB C, lembaga pendidikan untuk anak tuna grahita, SLB D lembaga pendidikan untuk anak tuna daksa, SLB E lembaga pendidikan untuk anak tuna laras dan SLB G untuk tuna ganda.
Ø  Model kelas khusus
Sesuai dengan namanya, kelas khusus tidak berdiri sendiri seperti halnya sekolah khusus(SLB), melainkan keberadaanya ada di sekolah umum atau reguler. Keberadaan kelas khusus ini tidak bersifat  permanen, melainkan didasarkan pada ada atau tidaknya anak – anak yang memerlukan pendidikan atau pembelajaran khusus di sekolah tersebut[8].
Ø  Model sekolah dasar luar biasa(SDLB)
SDLB keberadaannya mirip dengan SLB yaitu sekolah yang diperuntukkan dan untuk menampung anak –anak berkebutuhan khusus usia sekolah dasar dari berbagai jenis dan tingkat kekhususan yang dialaminya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang disesuaikan dengan jenis kekhususannya, akan tetapi mereka bersosialisasi secara bersama-sama dalam satu naungan sekolah.

Ø  Model guru kunjung
Model guru kunjung dapat diterapkan untuk melayani pendidikan bagi ABK terutama mereka yang ada atau bermukin di daerah terpencil, daerah perairan, daerah kepulauan atau tempat – tempat yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan khusus yang telah ada, misalnya SLB, SDLB, kelas khusus dan sebagainya. Di tempat tersebut dibentuk sanggar atau kelompok – kelompok belajar tempat anak – anak memperoleh layanan pendidikan.
Ø  Sekolah terpadu
Sekolah ini pada hakikatnya merupakan sekolah normal biasa yang telah ditetapkan untuk menerima anak – anak yang berkebutuhan khusus. Mereka belajar bersama – sama dengan anak- anak normal lainnya tanpa dipisah dinding tembok kelas. Dalam pembelajaran di sekolah mereka diajar oleh guru – guru umum, sedangkan materi – materi yang memiliki sifat kekhususan diberikan oleh guru pendamping yang telah ditunjuk[9].
Ø  Pendidikan Inklusi (inclusive education)
Kata inklusi bermakna terbuka, yang berarti bahwa pendidikan yang bersifat terbuka bagi siapa saja yang mau masuk sekolah baik dari kalangan anak normal maupun anak berkebutuhan khusus. Demikian pula lingkungan pendidikan yang, termasuk ruang kelas, toilet, halaman bermain, laboratorium dan lain – lain harus dimodifikasi dan dapat diakses oleh semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus.



Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai keunikan tersendiri yang ditunjukkan oleh jenis dan karakteristiknya yang berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya.dengan kondisi seperti itu tentunya dalam memberikan layanan pendidikan anak berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Oleh sebab itu sebagai guru atau pendidik perlu memiliki beberapa pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan layanan yang sesuai agar anak-anak yang kurang beruntung ini memperoleh pendidikan secara optimal.
Layanan pendidikan merupakan satu kajian penting untuk memenuhi kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, dan membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya.Keadaan inilah yang menuntut adanya penyesuaian dalam pemberian layanan pendidikan yang dibutuhkan.Keragaman yang terjadi, memang terkadang menyulitkan guru dalam upaya pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memberikan layanan yang baik, maka akan dapat dilakukan secara optimal.
Dalam beberapa terminologi, Istilah layanan diartikan sebagai (1) cara melayani; (2) usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang); (3) kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli jasa atau barang.
    A.    PRINSIP-PRINSIP LAYANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Ada dua prinsip layanan bagi anak berkebutuhan khusus yang perlu diperhatikan oleh para guru atau pendidik, yaitu prinsip umum dan khusus.
1.      Prinsip umum :
-          Pemberian layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus harus didasarkan pada pemberian kesempatan kepada seluruh anak yang berkebutuhan khusus dari berbagai tingkatan, ragam, dan jenis kecacatan yang ada.
-          Sebelum memberikan layanan kepada anak berkebutuhan khusus, guru atau pendidik harus dapat mengungkap atau memahami terlebih dahulu kemampuan fisik dan psikologis dari masing-masing anak. Hal ini sangat penting agar guru atau pendidik dalam memberikan layanan sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimiliki olehmasing-masing anak berkebutuhan khusus.
-          Guru atau pendidik dalam memberikan layanan harus mengacu pada program yang dinamis, yaitu disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi pada perserta didik. Dengan demikian guru dituntut selalu mengkaji teori-teori pendidikan yang berkembang setiap saat.
-          Layanan pada anak berkebutuhan khusus tidak boleh dibeda-bedakan, semua harrus diberi kesempatan untuk mendapatkan layanan, agar dapat mengmbangkan potensinya sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
-          Layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus diperlukan adanya kerjasama dari pihak-pihak yang terkait. Beberapa pihak terkait yang paling utama adalah orang tua perserta didik, karena mereka perlu dilibatkan dalam merancang dan menyelenggarakan program pendidikan.
-          Layanan anak berkebutuhan khusus harus dilakukan dengan rasa kasih sayang, bukan belas kasih. Untuk itu sebagai guru harus dapat memberikan kasih sayang dengan ditunjukan melalui menghargai dan mengakui keberadaan anak, menyapa mereka dengan ramah, memberi tugas sesuai dengan kemampuan anak dan sebagainya.
-          Guru dalam memberikan pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus harus menggunakan alat peraga, agar mereka lebih mudah menangkap pelajaran yang diberikan.
-          Guru dalam memberikan pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus harus mencangkup semua ranah yaitu kognisi, afektif, dan psikomotor.
-          Proses pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus pada dasarnya mengmbangkan bakat dan minat yang dimiliki oleh mereka. Minat dan bakat masing-masing perserta didik berbeda-beda, baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. Tugas guru dan orang tua adalah mengembangkan minat dan bakat mereka masing-masing.
-          Pembelajaran pada anak berkebuthan khusus adalah disesuaikan pada kemampuan masing-masing anak, hal ini sangat penting karena pendidikan yang didasari pada kemampuan anak akan lebih terarah daripada yang berdasar bukan dari kemampuan anak.
-          Guru merupakan model bagi subyek didiknya. Prilaku guru akan ditiru oleh mereka, oleh karena itu guru perlu merancang secermat mungkin pembelajaran agar model yang ditampilkan guru dapat ditiru oleh perserta didiknya.
-          Pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus perlu penjelasan secara kongkrit dan perlu diulang-ulang agar menjadi kebiasaan. Hal ini dilakukan karena anak berkebutuhan khusus  proses berfikirnya lambat serta memiliki keterbatasan pada indranya.
-          Pembelajaran anak berkebutuhan khusus perlu diberikan latihan, motivasi dan pengulangan.


KESIMPULAN
1.Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
2.Faktor – faktor penyebab itu menurut kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga peristiwa yaitu kejadian sebelum lahir (prenatal), kejadian pada saat kelahiran dan kejadian setelah kelahiran.
3.Model atau bentuk pelayanan pendidikan bagi ABK diantaranya adalah Model segregasi, Model kelas khusus, pmodel sekolah dasar luar biasa(SDLB), model guru kunjung, sekolah terpadu, dan pendidikan Inklusi (inclusive education).



DAFTAR PUSTAKA
Efendi, Mohammad. 2000. PENGANTAR PSIKOPEDAGOGIK ANAK BERKELAINAN. Jakarta: Bumi Aksara
Ilun Mualifah, Ahmad Fauzi, dkk. 2008. PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK. Surabaya: LAPIS
http://jakartahomeschoolingmyblog.wordpress.com/perihal/anak-dengan-kebutuhan-khusus-dan-identifikasinya/ diakses tanggal 1 mei 2013
http://rizkia-gahari.blogspot.com/2012/03/klasifikasi-anak-berkebutuhan-khusus.html diakses tanggal 1 mei 2013

Psikologi Pendidikan: KREATIVITAS




KREATIVITAS: Is not an option, but it's essential




Kreativitas siswa masih merupakan potensi yang masih harus dikembangkan baik melalui pendidikan formal maupun melalui pendidikan informal. Menurut ahli tersebut, di Indonesia sudah tampak adanya perhatian terhadap masalah itu, tetapi tampaknya belum cukup memadai. Demikian pula pelaksanaannya di sekolah-sekolah masih sangat memprihatinkan. Selama ini masih cukup banyak ditemui hambatan dan kelemahan yang membatasi pertumbuhan dan perkembangan kreativitas para siswa, misal: kurangnya pengetahuan dan latihan para guru tentang kreativitas, sistem evaluasi yang terlalu menekankan pada jawaban benar dan tidak benar tanpa memperhatikan prosesnya. Selain itu terkadang orang tua pun dapat menghambat anaknya dalam pengembangan kreativitas. Tujuan yang lebih penting ialah pembentukan sifat kreatifnya. Dalam hal ini para siswa perlu dirangsang dan dipupuk minat dan sikapnya untuk mau melibatkan diri dalam proses kreatif.


A.   Pengertian Kreativitas
Kreativitas merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menemukan dan menciptakan suatu hal baru,cara-cara baru, model baru, yang berguna bagi dirinya dan masyarakat. Hal-hal baru itu tidak selalu sesuatu yang sama sekali tidak pernah ada sebelumnya, unsur-unsurnya bisa saja telah ada sebelumnya, tetapi individu menemukan kombinasi baru, konstruk baru yang memiliki kualitas yang berbeda dengan keadaan sebelumnya. Jadi, hal baru itu adalah sesuatu yang bersifat inovatif. Kreativitas memegang peranan penting dalam kehidupan dan perkembangan manusia. Kreativitas banyak dilandasi oleh kemampuan intelektual, seperti intelegensi bakat dan kecakapan hasil belajar, tetapi juga didukung oleh faktor-faktor afektif dan psikomotor. 
Menurut David Campbell, Kreativitas adalah suatu kemampuan untuk menciptakan hasil yang sifatnya baru, inovatif, belum ada sebelumnya, menarik, aneh dan berguna bagi masyarakat.
Pengertian Kreativitas menurut para ahli lainnya :
1.      Barron (1982 : 253)
Kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru disini bukan berarti harus sama sekali baru, tetapi dapat juga sebagai kombinasi dari unsur-unsur yang telah ada sebelumnya.
2.      Guilford (1970 : 236)
Kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai cirri-ciri seorang kreatif.
3.      Utami Munandar (1992 : 41)
Kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan.
4.      Rogers (1992 : 48)
Kreativitas adalah proses munculnya hasil-hasil baru dalam suatu tindakan.
5.      Drevdahl (Hurlock; 1978 : 3)
Kreativitas adalah kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud aktivitas imajinatif atau sentesis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.
6.      Torannce
Kreativitas adalah proses kemampuan individu untuk memahami kesenjangan-kesenjangan atau hambatan-hambatan dalam hidupnya, merumuskan hipotesis-hipotesis baru dan mengkomunikasikan hasil-hasilnya, serta sedapat mungkin memodifikasi dan menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan.
Selain itu, pengertian kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi, atau unsur-unsur yang ada. Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan—berdasarkan data atau informasi yang tersedia—menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepetgunaan, dan keragaman jawaban. Jadi, secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai “kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), dan orisinilitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan.”

Ayat al-qur’an yang menerangkan tentang perintah tentang kreativitas secara tersirat terdapat dalam Surah Al Baqarah ayat 219. Allah berfirman :
                                                                         
كَذَلِكَ يُبيِّنُ اللّهُ لَكُمُ الآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
 Artinya : “Demikianlah, Alah menerangkan kepadamu ayat-ayat –Nya, agar kamu berpikir” (QS. Al Baqarah [2]: 219)

Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa sebenarnya Islam pun dalam hal kekreativitasan memberikan kelapangan pada umatnya untuk berkreasi dengan akal pikirannya dan dengan hati nuraninya (qalbunya) dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hidup di dalamnya. Bahkan, tidak hanya cukup sampai di sini, dalam al Qur’an sendiri pun tercatat lebih dari 640 ayat yang mendorong pembacanya untuk berpikir kreatif.
                         
Dalam agama Islam dikatakan bahwa Tuhan hanya akan mengubah nasib manusia jika manusia mau melakukan usaha untuk memperbaikinya. Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sampai mereka sendiri mengubah dirinya.” (QS. Ar Ra’du [13]: 11)

 Islam sebagai sebuah keyakinan yang bersumber dari al Qur’an dan al Hadits dianggap oleh beberapa kalangan sebagai agama yang tradisional, terbelakang, dan kaku. Pendapat ini dikemukakan oleh kalangan pemikir barat yang tidak mengetahui perkembangan sejarah Islam. Jika kita melihat pada masa silam, Islam banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar yang tidak hanya sekedar memiliki inteligensi tinggi, tapi juga memiliki kreativitas yang tinggi. Sebut saja Ibnu Sina, Salman al Farisi, dan para sahabat lain yang menggunakan pemikiran kreatifnya dalam mengembangkan pengetahuan di bidang mereka masing-masing.

B.   Perkembangan Kreativitas
1.     Tahap sensorik – motorik ( 0 – 2 tahun)
       Pada tahap ini belum memiliki kemampuan untuk mengembangkan kreativitasnya. Sebab, pada tahap ini tindakan-tindakan anak masih berupa tindakan-tindakan fisik yang bersifat refleksif, pandangannya terhadap objek masih belum permanen, belum memiliki konsep tentang ruang dan waktu, belum memiliki konsep tentang sebab-akibat, bentuk permainannya masih merupakan pengulangan reflek-reflek, belum memiliki konsep tentang diri, ruang dan belum memiliki kemampuan berbahasa.
2.       Tahap Praoperasional ( 2 – 7 tahun)
       Pada tahap ini kemampuan mengembangkan kreativitas sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai tumbuh karena anak sudah mulai mengembangkan memori dan telah memiliki kemampuan untuk memikirkan masa lalu dan masa yang akan datang, meskipun dalam jangka waktu yang pendek.
3.      Tahap Operasional Konkrit ( 7 – 11 tahun)
Faktor-faktor yang memungkinkan semakin berkembangnya kreativitas itu adalah:
a.) Anak sudah mulai mampu untuk menampilkan operasi-operasi mental
b.) Mulai mampu berpikir logis dalam bentuk yang sederhana
c.) Mulai berkembang kemampuan untuk memelihara identitas-identitas diri
d.) Konsep tentang ruang sudah semakin meluas
e.) Sudah amat menyadari akan adanya masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang
f.) Sudah mampu mengimajinasikan sesuatu, meskipun biasanya masih memerlukan bantuan objek-objek konkrit.
4.      Tahap Operasional Formal ( 11 tahun ke atas)
       Ada beberapa faktor yang mendukung berkembangnya potensi kreativitas ini, yakni :
a.) Remaja sudah mampu melakukan kombinasi tindakan secara proposional berdasarkan pemikiran logis
b.)Remaja sudah mampu melakukan kombinasi objek-objek secara proporsional berdasarkan pemikiran logis
c.) Remaja sudah memiliki pemahaman tentang ruang relative
d.) Remaja sudah memiliki pemahaman tentang waktu relative
e.) Remaja sudah mampu melakukan pemisahan dan pengendalian variabel-variabel dalam menghadapi masalah yang kompleks
f.) Remaja sudah mampu melakukan abstraksi relative dan berpikir hipotesis
g.) Remaja sudah memiliki diri ideal
h.) Remaja sudah menguasai bahasa abstrak

C.   Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kreativitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas, menurut Rogers adalah :
1.      Faktor internal individu
Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam individu yang dapat mempengaruhi kreativitas, diantaranya :
a)      Keterbukaan terhadap pengalaman dan rangsangan dari luar atau dari dlam individu. Keterbukaan terhadap pengalaman adalah kemampuan menerima segala sumber informasi dari pengalamn hidupnya sendiri dengan menerima apa adanya, tanpa ada usaha defenser, tanpa kekakuan terhadap pengalamn-pengalaman tersebut. Dengan demikian individu kreatif adalah individu yang mampu menerima perbedaan.
b)      Evaluasi internal, yaitu kemampuan individu dalam menilai produk yang dihasilkan ciptaan seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri, bukan karena kritik dan pujian dari orang lain. Walaupun demikian individu tidak tertutup dari kemungkinan masukan dan kritikan dari orang lain.
c)      Kemampuan untuk bermain dan mengadakan eksplorasi terhadap unsur-unsur, bentuk-bentuk, konsep atau membentuk kombinasi baru dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
2.      Faktor eksternal (lingkungan)
Faktor eksternal (lingkungan) yang dapat mempengaruhi kreativitas individu adalah lingkungan kebudayaan yang mengandung keamanan dan kebebasan psikologis. Peran kondisi lingkungan mencakup lingkungan dalam arti kata luas yaitu masyarakat dan kebudayaan. Kebudayaan dapat mengembangkan kreativitas jika kebudayaan itu memberikan kesempatan adil bagi pengembangan kreativitas potensial yang dimiliki anggota masyarakat.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas, menurut Hurlock (1993) adalah:
a.)    Jenis kelamin
Tingkat kreatifitas laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan, terutama setelah berlalunya masa kanak-kanak. Untuk sebagian besar hal ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki diberi kesempatan untuk mandiri, didesak oleh teman sebaya untuk lebih mengambil resiko dan di dorong oleh para orang tua dan guru untuk lebih menunjukan inisiatif dan orisinilitas.
b.)    Status sosioekonomi
Anak dari kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi cenderung lebih kreatif dari pada anak kelompok yang sosioekonomi rendah. Lingkungan anak kelompok sosioekonomi yang lebih tinggi memberi lebih banyak kesempatan untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan bagi kreativitas.
c.)    Urutan kelahiran
Anak dari berbagai urutan kelahiran menunjukan tingkat kreativitas yang berbeda. Perbedaan ini lebih menekankan pada lingkungan daripada bawaan. Anak yang lahir di tengah, belakang dan anak tunggal mungkin memiliki kreativitas yang lebih tinggi dari pada anak pertama. Umumnya anak yang lahir pertama lebih ditekan untuk menyesuaikan diri dengan harapan orang tua, tekanan ini lebih mendorong anak untuk menjadi anak yang penurut dari pada anak pencipta.
d.)   Ukuran keluarga
Anak dari keluarga kecil bilamana kondisi lain sama cenderung lebih kreatif dari pada anak dari keluarga besar. Dalam keluarga besar cara mendidik anak yang otoriter dan kondisi sosio ekonomi kurang menguntungkan mungki lebih mempengaruhi dan menghalangi perkembangan kreativitas.
e.)    Lingkungan
Anak yang tinggal di lingkungan kota cenderung lebih kreatif daripada anak yang tinggal di lingkungan desa. Dikarenakan fasilitas yang ada di kota lebih memadai atau menunjang daripada di desa.
f.)     Intelegensi
Setiap Anak yang lebih pandai menunjukan kreativitas yang lebih besar dari pada anak yang kurang pandai. Mereka mempunyai lebih banyak gagasan baru untuk menangani suasana sosial dan mampu merumuskan lebih banyak penyelesaian bagi konlik tersebut.

D.   Upaya Mengembangkan Kreativitas dan Implikasinya Dalam Pendidikan
 Implikasi dari perkembangan kreativitas anak terhadap pembelajaran di sekolah dasar adalah terletak pada perlunya pengembangan KBM sehingga mampu mengembangkan potensi kreativitas anak. Ketika siswa masih berada pada level yang bawah, seharusnya mulai mengkondisikan dirinya untuk meningkatkan kemampuan kreatifnya tanpa harus menunda-nundanya. Oleh karenanya guru dituntut bertanggung jawab untuk menjadi fasilitator dan pembimbing dalam mengajar dan memanaj kelas.
Dalam konteks relasi dengan anak-anak kreatif Torrance (1977) menamakan relasi bantuan dengan istilah “Creative relationship” yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Pembimbing berusaha memahami pikiran dan perasaan anak
2. Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatan
3. Pembimbing lebih menekan pada proses daripada hasil sehingga pembimbing dituntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.
4. Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.
5. Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan sebaliknya mencari-cari kelemahan anak.
Dedi Supriadi (1994) mengemukakan sejumlah bantuan yang dapat digunakan untuk membimbing perkembangan anak-anak kreatif, yaitu sebagai berikut :
1. Menciptakan rasa aman kepada anak untuk mengekspresikan kreativitasnya
2. Mengakui dan menhargai gagasan-gagasan anak
3. Menjadi pendorong bagi anak untuk mengkombinasikan dan mewujudkan gagasan-gagasannya.
4. Membantu anak memahami divergensinya dalam berpikir dan bersikap dan bukan malah menghukumnya
5. Memberikan peluang untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasannya
6. Memberikan informasi-informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.




KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1.      Kreativitas merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menemukan dan menciptakan suatu hal baru,cara-cara baru, model baru, yang berguna bagi dirinya dan masyarakat.
2.      Perkembangan kreativitas sebagai berikut:
a.       Tahap sensorik – motorik ( 0 – 2 tahun)
b.      Tahap Praoperasional ( 2 – 7 tahun)
c.       Tahap Operasional Konkrit ( 7 – 11 tahun)
d.      Tahap Operasional Formal ( 11 tahun ke atas)
3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas adalah sebagai berikut:
a.       Faktor Internal Individu (Keterbukaan terhadap pengalaman dan rangsangan dari luar atau dari dlam individu, Evaluasi internal, Kemampuan untuk bermain dan mengadakan eksplorasi)
b.      Faktor Eksternal (Lingkungan)
4.      Upaya mengembangkan kreativitas dan implikasinya dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
a.)    Pembimbing berusaha memahami pikiran dan perasaan anak
b.)    Pembimbing mendorong anak untuk mengungkapkan gagasan-gagasannya tanpa mengalami hambatan
c.)    Pembimbing lebih menekan pada proses daripada hasil sehingga pembimbing dituntut mampu memandang permasalahan anak sebagai bagian dari keseluruhan dinamika perkembangan dirinya.
d.)   Pembimbing tidak memaksakan pendapat, pandangan, atau nilai-nilai tertentu kepada anak.
e.)    Pembimbing berusaha mengeksplorasi segi-segi positif yang dimiliki anak dan bukan sebaliknya mencari-cari kelemahan anak.



DAFTAR PUSTAKA
Munandar, Utami. 1992. Mengambangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Munandar, Utami. (2004). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Semiawan, Conny R. (1999). Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
haris-berbagi.blogspot.com/2010/11/kreativitas-dalam-perspektif-islam.html?m=[diakses pada Jumat, 08 Mei 2015 pukul 11:03]